MAKALAH
PADANG
LAMUN
Oleh
:
ANAS MAHFUD
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
BANYUWANGI
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Indonesia mempunyai perairan laut
yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai
negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik
flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad– jasad hidup di dalam
yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut yang saling
berkesinambungan (Bengen, 2001).
Pada tahun belakangan ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat
dengan munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya
lautan. Laut sebagai penyedia sumber daya alam yang produktif baik sebagai
sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun kawasan
rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan lautan merupakan
tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang. Salah satu
sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun,
dimana secara ekologis lamun mempunyai bebrapa fungsi penting di daerah
pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh
dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme
Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan
adalah lamun, dimana secara ekologis lamun mempunyai bebrapa fungsi penting di
daerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di
seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme.
Biomassa padang lamun secara kasar berjumlah 700 g bahan kering/m2, sedangkan
produktifitasnya adalah 700 g karbon/m2/hari. Oleh sebab itu padang lamun
merupakan lingkungan laut dengan produktifitas tinggi(Fahruddin, 2002).
2.
MANFAAT
1.
Mahasiswa dapat memahami fungsi ekosistem padang lamun.
2. Mahasiswa dapat mengetahui permasalahan dan pengelolaan ekosistem padang
lamun dan contoh pengelolaan ekosistem padang lamun yang baik.
3.
TUJUAN
Tujuan
penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui bahwa pentingnya ekosistem padang
lamun untuk dilindungi serta merencanakan upaya pengelolahan ekosistem padang
lamun agar terhindar dari kerusakan sedangkan manfaat yang diperoleh dapat
menambah ilmu pengetahuan mengenai ekosistem padang lamun.
Bab
2
Pembahasan
1.1 Pengertian padang lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan
berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar
rimpang, daun, bunga dan buah. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae).
Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub.
Peranan padang lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah membantu
mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen yang terlarut dalam air
dan menstabilkan dasar sedimen. Peranannya di perairan laut dangkal adalah
kemampuan berproduksi primer yang tinggi yang secara langsung berhubungan erat
dengan tingkat kelimpahan produktivitas perikanannya. Keterkaitan perikanan
dengan padang lamun sangat sedikit diinformasikan, sehingga perikanan di padang
lamun Indonesia hampir tidak pernah diketahui. Keterkaitan antara padang lamun
dan perikanan udang lepas pantai sudah dikenal luas di perairan tropika
Australia (Zulkifli, 2003).
Selain itu, padang lamun diketahui mendukung berbagai jaringan rantai makanan,
baik yang didasari oleh rantai herbivor maupun detrivor. Nilai ekonomis biota
yang berasosiasi dengan lamun diketahui sangat tinggi. Ekosistem padang lamun
memiliki nilai pelestarian fungsi ekosistem serta manfaat lainnya di masa
mendatang sesuai dengan perkembangan teknologi, yaitu produk obat-obatan dan
budidaya laut. Beberapa negara telah memanfaatkan lamun untuk pupuk, bahan
kasur, makanan, stabilisator pantai, penyaring limbah, bahan untuk pabrik
kertas, bahan kimia, dan sebagainya.
Ekosistem padang lamun sangat rentan dan peka terhadap perubahan lingkungan
hidup seperti kegiatan pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan
pembangunan pelabuhan, real estate, sarana wisata, pembuangan sampah organik
cair, sampah padat, pencemaran oleh limbah industri terutama logam berat,
pencemaran limbah pertanian dan pencemaran minyak serta penggunaan alat tangkap
yang tidak ramah lingkungan seperti potasium sianida dan sabit/gareng. Kondisi
ini dapat menurunkan kemampuan daya dukung (carrying capacity) ekosistem padang
lamun dalam fungsinya sebagai tempat produksi ikan (Husni, 2003).
Berbagai praktek pemanfaatan sumberdaya alam yang hanya memperhatikan
keuntungan jangka pendek, seperti penangkapan ikan dengan bahan peledak dan
beracun, penangkapan yang berlebihan, dan kegiatan pembangunan baik di darat
maupun di laut yang tidak memperhatikan kelestarian ekosistem ini serta
terjadinya konflik penggunaan di dalam pemanfaatannya memperlihatkan masih
rendahnya kesadaran masyarakat mengenai manfaat ekosistem ini. Rendahnya
kesadaran masyarakat akan berakibat rendahnya peran serta dari masyarakat dalam
upaya pengelolaannya. Hal ini tercermin tiadanya swakarsa masyarakat setempat,
misalnya untuk menentukan daerah reservat perikanan yang dilindungi agar
menjadi sumber bibit bagi lingkungan sekitarnya (Zulkifli, 2003).
Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut.Hewan yang hidup
dipadang lamun ada yang sebagai penghuni tetap dan ada pula yang bersifat
sebagai pengungjung. Ada hewan yang datang untuk memijah seperti ikan dan ada
pula hewan yang datang mencari makan seperti sapi laut (dugong-dugong) dan penyu
(turtle) yang makan lamun Syriungodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii
(Husni, 2003).
Di daerah padang lamun, organisme melimpah, karena lamun digunakan sebagai
perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan
juga sebagai sumber bahan makanan baik daunnya mapupun epifit atau detritus.
Jenis-jenis polichaeta dan hewan–hewan nekton juga banyak didapatkan pada
padang lamun. Lamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga
jenis-jenis ikan dan fauna invertebrata melimpah di perairan ini. Lamun juga
memproduksi sejumlah besar bahan bahan organik sebagai substrat untuk algae,
epifit, mikroflora dan fauna.
Apabila air sedang surut rendah sekali atau surut purnama, sebagian padang
lamun akan tersembul keluar dari air terutama bila komponen utamanya adalah
Enhalus acoroides, sehingga burung-burung berdatangan mencari makann di padang
lamun ini (Bengen, 2001).
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling
produktif. Di samping itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam
menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, menurut hasil
penelitian diketahui bahwa peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal
sebagai berikut (Bengen, 2001):
2.1 Jenis jenis lamun
1.Thalassia hemprichii
Seludang daun tampak nyata dan keras dengan panjang berkisar 3-6 cm.rimpang
keras, menjalar, ruas-ruas rimpang mempunyai seludang Daun lurus sampai sedikit
melengkung,tepi daun tidak menonjol, panjang 5 -20 cm lebar mencapai 1 cm.
2.Halophila ovallis
Daun berbentuk oval dan mempunyai petiole (tangkai daun).lebar lebih dari 0,5
cm dan panjang berkisar 1-4 cm , disertai dengan garis-garis tulang daun yang
tampak jelas sebanyak 10-25 pasang.
3. Chymodocea rotundata
Tumbuhan tampak ramping, daun melengkung dan tidak mengecil ke arah bagian
ujung daun melengkung ke dalam
4. Cymodocea serrulata
Kenamapakan lamun ini mirip dengan cymodocea rotundata,tetapi ujung daunnya
bergerigi dan tidak melengkung kedalam, rimpang keras
5. Halodule uninervis
Secara umum tumbuhan mirip
halodule pinifolia, tetapi dau lebih lebar(mencapai 4 mm). Ujung daun mempunyai
tiga gigi, dua di pinggir, satu di tengah.
3.1 Morfologi lamun
Karena pola hidup
lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (seagrass
bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut
dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau
jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari
komponen biotik dan abiotik disebut ekosistem padang lamun (seagrass
ecosystem).
Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda
dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun
antara lain adalah :
1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir.
2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran
terumbu karang.
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung.
4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan.
5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya
terbenam air termasuk daur generatif.
6. Mampu hidup di media air asin.
7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.
4.1 Fungsi
Ekosistem padang
lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di
samping itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan
dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, menurut hasil penelitian
diketahui bahwa peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal sebagai
berikut:
1. Fungsi ekologi
a. Sebagai produsen primer
Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan
ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang
(Thayer et al. 1975).
b. Sebagai habitat biota
Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai organisme
epifit. Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah
asuhan, padang pengembalaan dan makan dari berbagai jenis ikan herbivora dan
ikan–ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977).
c. Sebagai penangkap sedimen
Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan
ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang
dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan
dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai
penangkap sedimen dapat mencegah erosi ( Gingsburg & Lowestan 1958).
d. Penyaring limbah
Lamun dapat mengakumulasi limbah yang masuk ke perairan.
2. Fungsi ekonomi
a. Digunakan untuk kompos dan pupuk,
b. Cerutu dan mainan anak-anak,
c. Dianyam menjadi keranjang,
d. Tumpukan untuk pematang,
e. Mengisi kasur,
f. Beberapa jenis lamun yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan seperti
samo-samo (Enhalus acroides),
g. Dibuat jaring ikan,
h. Bahan untuk pabrik kertas,
i. Obat-obatan,
j. Wisata bahari,
k. Areal marikultur (ikan, teripang, kerang tiram dan rumput laut),
l. Tempat pemancingan.
5.1 Jenis dan potensi
Lamun dapat
ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun
yang telah ditemukan. Dari 20 jenis lamun yang dijumpai di perairan Asia
Tenggara, 12 di antaranya dijumpai di Indonesia. Dari beberapa jenis lamun,
Thalasiadendron ciliatum mempunyai sebaran yang terbatas, sedangkan Halophila
spinulosa tercatat di daerah Riau, Anyer, Baluran, Irian Jaya, Belitung dan
Lombok. Begitu pula Halophila decipiens baru ditemukan di Teluk Jakarta, Teluk
Moti-Moti dan Kepulaun Aru (Den Hartog, 1970; Azkab, 1999; Bengen 2001).
Penyebaran padang lamun di Indonesia cukup luas, mencakup hampir seluruh
perairan Nusantara yakni Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Dari seluruh jenis, Thalassia hemprichii
merupakan yang paling dominan di Indonesia.
Gambar 2. Peta sebaran lamun di Indonesia (Sumber: KLH, 2008; Dipetakan kembali
dari Peta Sebaran Terumbu Karang Coremap 2006)
6.1 Zonasi
Zonasi lamun
secara vertikal sebagai berikut:
1. Zona intertidal, dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh
Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia.
2. Zona intertidal bawah, didominasi oleh Thalassodendron ciliatum.
Komunitas lamun biasanya ada dalam area yang luas dan rapat. Secara umum
komunitas lamun dibagi menjadi 3 asosiasi spesies sehingga membentuk suatu
zonasi lamun (Brouns dan Heijs, 1991), yaitu:
1. Padang lamun monospesifik (monospesifik seagrass beds)
Hanya terdiri dari 1 spesies saja. Akan tetapi keberadaannya hanya bersifat
temporal dan biasanya terjadi pada phase pertengahan sebelum menjadi komunitas
yang stabil (padang lamun campuran).
2. Asosiasi 2 atau 3 spesies
Ini merupakan komunitas lamun yang terdiri dari 2 sampai 3 spesies saja. Dan lebih
sering dijumpai dibandingkan padang lamun monospesifik.
3. Padang lamun campuran (mixed seagrass beds)
Padang lamun campuran umumnya terdiri dari sedikitnya 4 dari 7 spesies berikut:
Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule
uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, dan Thalassia
hemprichii. Tetapi padang lamun campuran ini, dalam kerangka struktur
komunitasnya, selalu terdapat asosiasi spesies Enhalus acoroides dengan
Thalassia hemprichii (sebagai spesies lamun yang dominan), dengan kemelimpahan
lebih dibanding spesies lamun yang lain
7.1 Permasalahan yang terjadi di
ekosistem padang lamun
Ekosistem lamun
sudah banyak terancam termasuk di Indonesia baik secara alami maupun oleh
aktivitas manusia. Besarnya pengaruh terhadap integritas sumberdaya, meskipun
secara garis besar tidak diketahui, namun dapat dipandang di luar batas
kesinambungan biologi. Perikanan laut yang meyediakan lebih dari 60% protein
hewani yang dibutuhkan dalam menu makanan masyarakat pantai, sebagian
tergantung pada ekosistem lamun untuk produktivitas dan pemeliharaanya. Selain
itu kerusakan padang lamun oleh manusia akibat pemarkiran perahu yang tidak
terkontrol (Sangaji, 1994).
Ancaman-ancaman alami terhadap ekosistem lamun berupa interaksi populasi dan
komunitas (pemangsa dan persaingan), pergerakan sedimen dan kemungkinan hama
dan penyakit, vertebrata pemangsa lamun seperti dugong. Di antara hewan
invertebrata, bulu babi adalah pemakan lamun yang utama. Meskipun dampak dari
pemakan ini hanya setempat, tetapi jika terjadi ledakan populasi pemakan
tersebut akan terjadi kerusakan berat. Gerakan pasir juga mempengaruhi sebaran
lamun. Bila air menjadi keruh karena sedimen, lamun akan bergeser ke tempat
yang lebih dalam yang tidak memungkinkan untuk dapat bertahan hidup (Sangaji,
1994).
Di kawasan pantai, manusia melakukan pengerukan dan pengurugan demi pembangunan
pemukiman pantai, indusri, dan saluran navigasi. Hal ini mengakibatkan padang
lamun rusak total. Di samping itu, terdapat dampak sekunder pada perairan laut
yaitu meningkatnya kekeruhan air, dan terlapisnya insang hewan air oleh lumpur
dan tanah hasil pengerukan. Hewan-hewan air tersiksa dan akhirnya mati. Ancaman
juga datang dari pencemaran limbah industri, terutama logam berat dan senyawa
organoklorin. Dua jenis bahan berbahaya ini mengakibatkan terjadinya akumulasi
(penumpukan kandungan) logam berat padang lamun melalui proses yang disebut
magnifikasi biologis. Persis seperti proses penumpukan kandungan merkuri yang
menimpa kerang-kerangan di Teluk Jakarta.
Selain itu, kebiasaan manusia yang membuang sampah sembarangan ke laut
mengakibatkan turunnya kandungan oksigen terlarut di kawasan padang lamun,
serta dapat menimbulkan eutrofikasi (peningkatan kesuburan plankton). Hal ini
bisa memancing meledaknya pertumbuhan perifiton, sejenis organisme yang hidup
menempel di organisme lain. Perifiton yang banyak menempel membuat daun lamun
kesulitan menyerap sinar matahari untuk proses fotosintesisnya. Kejadian serupa
terjadi jika terjadi pencemaran minyak yang melapisi permukaan daun lamun.
Ada pula pencemaran limbah pertanian, terutama pestisida yang mematikan
hewan-hewan di padang lamun. Pupuk yang masuk ke perairan laut di mana padang
lamun terbentang juga memancing timbulnya eutrofikasi.
Di tempat hilangnya padang lamun, perubahan yang dapat diperkirakan menurut
Fortes (1989), yaitu:
1. Reduksi detritus dari daun lamun sebagai konsekuensi perubahan dalam
jaring-jaring makanan di daerah pantai dan komunitas ikan.
2. Perubahan dalam produsen primer yang dominan dari yang bersifat bentik yang
bersifat planktonik.
3. Perubahan dalam morfologi pantai sebagai akibat hilangnya sifat-sifat
pengikat lamun.
4. Hilangnya struktural dan biologi dan digantikan oleh pasir yang gundul.
Permasalahan utama yang mempengaruhi ekosistem padang lamun di seluruh dunia
adalah akibat pengerukan dan penimbunan yang terus meluas dan pencemaran air
termasuk pembuangan limbah garam dari kegiatan desalinasi dan
fasilitas-fasilitas produksi minyak, pemasukan pencemaran di sekitar fasilitas
industri serta limbah air panas dari pembangkit tenaga listrik. Kehilangan
padang lamun diindikasikan oleh hilangnya biota laut terutama akibat hilangnya
habitat. Di berbagai daerah, hilangnya komunitas padang lamun ini hanya dicatat
oleh nelayan setempat karena tidak seperti mangrove dan terumbu karang,
komunitas padang lamun tidak tampak nyata.